Dalamkajian kitabnya, KH. Marzuki Mustamar meragukan paham atau akidah di luar Ahlussunnah Wal Jamaaah. "Tanpa menyalahkan paham yang lain apapun yang disampaikan, saya tidak meyakini paham di luar paham Ahlussunnah Wal Jamaah," tegas penulis kitab al-MUqtathafat LI Ahlil Bidayat, KH. Marzuki Mustamar di hapan 1000 lebih mustamiin. Berkaitandengan pengertian kata al sunnah yang terdapat dalam istilah ahlussunnah waljama'ah, para ulama cenderung mengambil pengertian yang digunakan dalam istilah ilmu akidah. Kata al jama'ah secara terminologis adalah generasi sahabat, tabi'in, dan generasi sesudahnya yang mengikuti ajaran nabi. pengertianyang pertama adalah segala yang dinisbatkan kepada nabi saw, baik berupa sabda, perbuatan, persetujuan, maupun sifat fisik dan non-fisik.2 di dalamnya, tercakup pula sunnah al-khulafa' ar-rasyidin.3 makna al-jama'ah adalah ulama yang otoritatif pada setiap masa.4 dengan demikian, yang termasuk ahlussunnah wal jama'ah adalah umat islam Tidakpernah terjadi perbedan dalam bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al qur'an tanpa mencari ta'wil dari ayat yang mereka baca. yang kemudian dijadikan landasan bagi firqah ahlussunnah waljamaah. Sedikitnya ada 6 riwayat hadits tentang firqah/millah yang semuanya sanadnya dapat dijadikan hujjah karena tidak ada yang dloif Ahlussunnahwaljamaah adalah salah satu aliran teologi ( aqidah ) dalam Islam. Paham ini muncul karna banyak paham - paham yang menyimpang dari ajaran Rasululloh saw setelah beliou wafat. Namun dari paham yang menyimpang itu mayoritas umat islam ketika itu masih banyak yang berpegang teguh kepada apa-aapa yang dikerjakan dan diyakini oleh Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. Berikut kami jelaskan ajaran ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah mencakup bidang akidah dan tasawuf Baca juga Pengertian Ahlusunnah Wal Jamaah Secara Bahasa dan Istilah Ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah Bidang Akidah Akidah erat kaitannya dengan iman yang secara bahasa berarti percaya, akan tetapi bagi Ahlussunnah Wal Jamaah iman merupakan sebuah perkara harus diucapkan dengan lisan dan diakui dalam hati kemudian diamalkan dalam perbuatan. Secara garis besar, Ahlussunnah Wal Jamaah memiliki beberapa ajaran pokok dalam bidang akidah yaitu Allah mempunyai takdir atas manusia tetapi manusia memiliki bagian untuk usaha atau ikhtiar kasb Ahlussunnah Wal Jamaah tidak mudah mengkafirkan manusia. Ahlussunnah Wal Jamaah berpendapat bahwa manusia yang berdosa besar tetaplah seorang mukmin dan bukan kafir. Dia kelak tetap akan masuk surga setelah menerima balasan atau hukuman di neraka sesuai dengan perbuatannya. Ahlussunnah Wal Jamaah berkeyakinan bahwa Al-Qur'an itu Firman Allah dan bukan makhluk. Ahlussunnah Wal Jamaah meyakini Allah memiliki 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan 1 sifat Jaiz. Ahlussunnah Wal Jamaah berpendapat bahwa orang yang beriman kelak masuk surga dan dapat melihat Allah, Jika Allah mengizinkan. Ahlussunnah Wal Jamaah berpendapat bahwa keadilan Allah adalah Allah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Ahlussunnah Wal Jamaah mentakwilkan tangan Allah, mata Allah dan wajah Allah sebagai kekuasaan Allah, penglihatan Allah dan Dzat Allah. Ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah Bidang Tasawuf Dari sisi bahasa, tasawuf berasal dari kata Shafaa yang artinya bersih atau suci. Ada yang mengatakan berasal dari kata Shaff yang berarti barisan dalam salat. Ada juga yang mengatakan berasal dari bahasa Yunani Shopia artinya Hikmah. Akan tetapi tujuannya sama yaitu mementingkan kebersihan batin. Orang yang mengamalkan nya disebut Sufi sedangkan ilmunya disebut tasawuf. Menurut istilah, tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu keadaan kepada suatu keadaan yang lain yang lebih tinggi dan lebih sempurna, pindah dari ilmu kebendaan bersifat keduniawian ke alam rohani akhirat. Tasawuf membimbing agar kualitas ibadah dan keislaman seseorang benar-benar sempurna, Juga membimbing agar manusia mengenali hakikat sebagai hamba yang lemah dan selalu bersandar, berserah diri kepada Allah dalam setiap perbuatannya jam. Berikut inti ajaran tasawuf, khususnya yang menjadi kepercayaan Ahlusunnah Wal Jamaah Keikhlasan pengabdian kepada Allah sehingga memiliki jiwa yang bersih, tidak sombong, selalu berhati-hati dan waspada. Tidak mudah puas dan selalu meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Menyadari kelemahan sebagai manusia sehingga selalu menerima kegagalan dengan kebersihan jiwa, lapang dada, selanjutnya Berusaha atau berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berserah diri semata-mata mendapat bimbingan dari ridho Allah. Sejak abad ke-2 Hijriyah banyak tokoh ulama tasawuf yang terkenal diantaranya adalah Imam Abu Mansur Al Maturidi, Imam Abu Hasan Al Asy'ari, Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, Imam Al Ghazali dan Imam Abul Qosim Al Junaidi Al Baghdadi dan lain sebagainya. Baca juga Biografi Abu Hasan Al Asy'ari Sejarah Mazhab Al-Asy'ari Sejarah Aliran Al Maturidi Beserta Karya-karyanya Berikut tiga golongan besar dalam tasawuf Golongan yang antipati terhadap tasawuf dan hanya berpegang kepada syariat atau fiqih. Diantara tokoh-tokoh Golongan ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu qoyyim dan lain sebagainya. Golongan yang terlalu berlebihan bahkan sampai meninggalkan syariat. Mereka tidak lagi shalat dan puasa. Bagi mereka, Jika seorang hatinya baik, maka tidak perlu lagi melakukan ibadah-ibadah lain seperti salat, puasa, haji dan lain sebagainya. Golongan yang menerima tasawuf tetapi juga tidak meninggalkan Golongan ini adalah Imam Abul Qosim Al Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali termasuk Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Junaidi Al Baghdadi Untuk ajaran tasawuf Ahlussunnah Wal Jamaah sendiri mengikuti Imam Abul Qosim Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali. Junaidi Al Baghdadi merupakan salah satu ulama Sufi yang terkenal dengan sebutan penghulu ulama akhirat. Lahir di Nahuwan tahun dan wafat di Irak sekitar tahun 279 Hijriyah atau tahun 91 Masehi. Beliau adalah salah satu tokoh sufi yang menguasai hadits dan fiqih serta dikenal sebagai tokoh kritis. Ia dibesarkan dalam dunia tasawuf, dan merupakan seorang perumus sufisme yang Ortodoks. Ajaran tasawufnya tidak berbeda-beda dengan pokok syariat dan menjaga kehidupan sufisme yang tetap dalam batas wajar. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan ganjil apalagi meninggalkan syariat. Imam Abu Qosim Junaidi Al Baghdadi berkata Bagiku ibadah atau syariat adalah sesuatu yang maha penting. Orang-orang yang melakukan zina dan mencuri itu lebih baik daripada orang-orang yang berbuat ganjil dan meninggalkan syariat. Al Ghazali lahir di wajah pada tahun 450 Hijriyah atau 1058 Masehi dan wafat di sana pada tahun 505 Hijriyah atau 1111 Masehi. Beliau memperoleh gelar Hujjatul Islam sebab mampu dan merupakan tokoh utama yang menyatukan sufisme dengan syariat. Beliau juga perumus tasawuf dan membersihkannya dari unsur yang tidak Islami dan mengabdikannya kepada paham sunni atau Ahlussunnah Wal Jamaah serta tasawufnya telah memperoleh restu dari ijma' atau kesepakatan para ulama. Pemilihan ajaran tasawuf Imam Abu Qosim Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali sebagai sandaran ajaran di bidang tasawuf Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan bukti bahwa NU sebagai pembela dan penegak ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dan sekaligus menolak ajaran Wihdatul wujud atau Pantheisme dari Al Hallaj Manunggaling kawulo Gusti yang pernah berkembang di Indonesia. Jakarta - Ahlussunnah wal Jamaah atau aswaja merupakan pemahaman tentang akidah yang berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Siapa ulama pelopor aswaja?Dikutip dari buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah oleh Subaidi, secara terminologis, Ahlussunnah wal Jamaah berasal dari tiga kata, yaitu1. Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut, komunitas. 2. Sunnah yang artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yakni semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perbuatan, ucapan, dan pengakuan Nabi Muhammad Al-Jamaah yang artinya apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafaur Rasyidin, yakni Khalifah Abu Bakar ra., Umar bin Khattab ra., Utsman bin Affan ra., dan Ali bin Abi Thalib ketiga kata tersebut, disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan yang mengikuti perilaku Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pada zaman pemerintahan Khulafaur Syekh Hasyim Asy'ari dalam Zidayat Ta'liyat, Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat al-Fiqrah an-Najiyah. Saat ini, kelompok tersebut terhimpun dalam mazhab yang empat, yaitu mazhab Hanafi, Syafi'i, Maliki, dan dari buku Intisari Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah oleh AA. Hamid al-Atsari, Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, imam Ahlus Sunnah berkata"Pokok sunnah menurut kami Ahlussunnah wal Jamaah adalah berpegang teguh pada apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW dan mengikuti mereka serta meninggalkan bid'ah. Segala bid'ah itu adalah sesat." Lihat al Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah dan Imam as-Suyuthi al-Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'anil Ibtida'Aswaja sebagai mazhab atau paham dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Imam Al Ghazali mengatakan, "Jika disebutkan Ahlussunnah wal Jamaah maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy'ari dan Al-Maturidi."Aliran Ahlussunnah wal Jamaah pada bidang akidah atau ubudiyah berkembang menjadi berbagai bidang, seperti syariah atau fiqih dan tasawuf. Dalam bidang akidah mengacu pada Imam Asy'ari dan Imam Maturidi. Sedangkan, dalam fiqih atau hukum Islam mengacu pada salah satu empat mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali yang berlandaskan Al Quran, hadits, ijma dan hikmah, itulah penjelasan dan pelopor aswaja. Semoga penjelasan di atas dapat menambah ilmu dan pengetahuan Sahabat Hikmah!Simak juga 'Bacakan Zikir dan Doa Kebangsaan, Menag Perkenalkan 5M + 1D'[GambasVideo 20detik] kri/nwy Forum Muktamar Ke-33 NU di Jombang pada awal Agustus 2015 lalu membahas perihal "Khashaish Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyyah" atau Kriteria Aswaja Perspektif NU pada sidang komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudhu’iyyah. Materi ini dibahas di masjid utama pesantren Tambakberas Jombang yang dipimpin oleh KH Afifuddin Muhajir. Berikut ini rumusannya. Khashaish Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdhiyah Islam sebagai agama samawi terakhir memiliki banyak ciri khas khashaish yang membedakannya dari agama lain. Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah tawassuth, ta’adul, dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang memiliki arti yang sangat berdekatan atau bahkan sama. Oleh karena itu, tiga ungkapan tersebut bisa disatukan menjadi “wasathiyah”. Watak wasathiyah Islam ini dinyatakan sendiri oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an, وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا “Dan demikian pula kami menjadikan kamu umat Islam, umat penengah adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas seluruh manusia dan agar Rasul Muhammad SAW menjadi saksi atas kamu.” QS. Al-Baqarah;143 Nabi Muhammad SAW sendiri menafsirkan kata وَسَطًا dalam firman Allah di atas dengan adil, yang berarti fair dan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Perubahan fatwa karena perubahan situasi dan kondisi, dan perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi seseorang adalah ayat di atas, ada beberapa ayat dan hadits yang menunjukkan watak wasathiyah dalam Islam, misalnya firman Allah وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” QS. Al-Isra’ 29 Dalam firman-Nya yang lain, وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” QS. Al-Isra’ 110 Sementara dalam hadits dikatakan, خَيْرُ اْلأُمُوْرِ أَوْسَاطُهَا “Sebaik-baik persoalan adalah sikap-sikap moderat.” Mirip dengan hadits di atas adalah riwayat, وَخَيْرُ اْلأَعْمَالِ أَوْسَطُهَا وَدِيْنُ اللهِ بَيْنَ الْقَاسِىْ وَالْغَالِىْ “Dan sebaik-baik amal perbuatan adalah yang pertengahan, dan agama Allah itu berada di antara yang beku dan yang mendidih.” Wasathiyyah yang sering diterjemahkan dengan moderasi itu memiliki beberapa pengertian sebagai berikut Pertama, keadilan di antara dua kezhaliman عدل بين ظلمين atau kebenaran di antara dua kebatilan حق بين باطلين, seperti wasathiyah antara atheisme dan poletheisme. Islam ada di antara atheisme yang mengingkari adanya Tuhan dan poletheisme yang memercayai adanya banyak Tuhan. Artinya, Islam tidak mengambil paham atheisme dan tidak pula paham poletheisme, melainkan paham monotheisme, yakni paham yang memercayai Tuhan Yang Esa. Begitu juga wasathiyyah antara boros dan kikir yang menunjuk pada pengertian tidak boros dan tidak kikir. Artinya, Islam mengajarkan agar seseorang di dalam memberi nafkah tidak kikir dan tidak pula boros, melainkan ada di antara keduanya, yaitu al-karam dan al-jud. Allah berfirman; وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian.” QS. Al-Furqan 67 Kedua, pemaduan antara dua hal yang berbeda/berlawanan. Misalnya, a. wasathiyyah antara rohani dan jasmani yang berarti bahwa Islam bukan hanya memerhatikan aspek rohani saja atau jasmani saja, melainkan memerhatikan keduanya. Wasathiyyah antara nushûs dan maqâshid. Itu berarti Islam tak hanya fokus pada nushûs saja atau maqâshid saja, melainkan memadukan antara keduanya. b. Islam pun merupakan agama yang menyeimbangkan antara `aql dan naql. Bagi Islam, akal dan wahyu merupakan dua hal yang sama-sama memiliki peranan penting yang sifatnya komplementer saling mendukung antara satu sama lain. Kalau diibaratkan dengan pengadilan, akal berfungsi sebagai syahid saksi sementara wahyu sebagai hakim, atau sebaliknya, yakni akal sebagai hakim sementara wahyu sebagai syahid. c. Islam menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat, antara ilmu dan amal, antara ushul dan furu’, antara sarana wasilah dan tujuan ghayah, antara optimis dan pesimis, dan seterusnya. Ketiga, realistis wâqi’iyyah. Islam adalah agama yang realistis, tidak selalu idealistis. Islam memunyai cita-cita tinggi dan semangat yang menggelora untuk mengaplikasikan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan hukumnya, tapi Islam tidak menutup mata dari realitas kehidupan yang–justru–lebih banyak diwarnai hal-hal yang sangat tidak ideal. Untuk itu, Islam turun ke bumi realitas daripada terus menggantung di langit idealitas yang hampa. Ini tidak berarti bahwa Islam menyerah pada pada realitas yang terjadi, melainkan justru memerhatikan realitas sambil tetap berusaha untuk tercapainya idealitas. Contoh wasathiyyah dalam arti waqi’iyyah ini adalah pemberlakuan hukum azîmah dalam kondisi normal dan hukum rukhshah dalam kondisi dharurat atau hajat. Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj. Dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, watak wasathiyyah tersebut antara lain terjadi dalam hal-hal sebagai berikut Melandaskan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber pokok dan juga kepada sumber-sumber sekunder yang mengacu pada Al-Qur’an dan As-sunnah seperti ijma’ dan qiyas. Menjadikan ijtihad sebagai otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi yang tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad, tidak ada jalan lain kecuali harus bermazhab dengan mengikuti salah satu dari mazhab-mazhab yang diyakini penisbatannya kepada ashabul madzahib. Namun, Nahdlatul Ulama membuka ruang untuk bermazhab secara manhaji dalam persoalan-persoalan yang tidak mungkin dipecahkan dengan bermazhab secara qauli. Pola bermazhab dalam NU berlaku dalam semua aspek ajaran Islam; aqidah, syariah/fiqh, dan akhlaq/tasawwuf, seperti dalam rincian berikut a. Di bidang syariah/fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti salah satu dari mazhab empat, yaitu mazhab Imam Abu Hanifah, mazhab Imam Malik ibn Anas, mazhab Imam Muhammad bin Idris as-Syafii dan mazhab Imam Ahmad bin Hanbal. b. Di bidang aqidah mengikuti mazhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan mazhab Imam Abu Manshur al-Maturidi. c. Di bidang akhlaq/tasawuf mengikuti mazhab Imam al-Junaid al-Baghdadi dan mazhab Imam Abu Hamid al-Ghazali. Berpegang teguh pada petunjuk Al-Qur’an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau’izhah hasanah, dan mujadalah bil husna. Sebagai salah satu wujud dari watak wasathiyyah dengan pengertian al-waqi’iyyah realistis, Nahdlatul Ulama menghukumi NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai dasarnya sebagai sebuah negara yang sah menurut pandangan Islam dan tetap berusaha secara terus menerus melakukan perbaikan sehingga menjadi negara adil makmur berketuhanan Yang Maha Esa. Mengakui keutamaan dan keadilan para shahabat Nabi, mencintai dan menghormati mereka serta menolak dengan keras segala bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap mereka apalagi menuduh mereka kafir. Tidak menganggap siapa pun setelah Nabi Muhammad saw sebagai pribadi yang ma’shum terjaga dari kesalahan dan dosa. Perbedaan yang terjadi di kalangan kaum muslimin merupakan salah satu dari fitrah kemanusiaan. Karena itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il furu`iyyah-ijtihadiyah adalah keharusan. Nahdlatul Ulama tak perlu melakukan klaim kebenaran dalam masalah ijtihadiyyah tersebut. Menghindari hal-hal yang menimbulkan permusuhan seperti tuduhan kafir kepada sesama muslim, ahlul qiblah. Menjaga ukhuwwah imaniyyah-islamiyyah di kalangan kaum muslimin dan ukhuwwah wathaniyyah terhadap para pemeluk agama-agama lain. Dalam konteks NU, menjaga ukhuwwah nahdliyyah adalah niscaya terutama untuk menjaga persatuan dan kekompakan seluruh warga NU. Menjaga keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani dengan mengembangkan tasawwuf `amali, majelis-majelis dzikir, dan sholawat sebagai sarana taqarrub ilallah di samping mendorong umat Islam agar melakukan kerja keras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Red Alhafiz K paham ahlussunnah waljamaah dlm bidang keyakinan menganut ajaran.. hasan alasyari pelapor dlm bidang doktrin & fikih perihal fatwa Islam berhaluan Ahlussunnah waljamaah?? abang tolong di bantu ​Sebutkan apa rancangan haluan Ahlussunnah Waljamaah dlm bidang Akidah! *​4. Paham Ahlussunnah Waljamaah dalam bidang iktikad menganut anutan tauhid …. a. ImamAlGhozali d. Imam Hanafi b. ImamAlAsy’ari e. Imam Syafi’i c. Imam AL Maturidi​ defenisi Ahlussunnah Waljamaah dengan-cara perumpamaan? perumus Ahlussunnah waljamaah? ciri² paham Ahlussunnah waljamaah! cakupan bidang pemikiran Ahlussunnah waljamaah! acuan ciri² paham yg berlawanan dgn keyakinan Ahlussunnah waljamaah! kak tolong dijawab yha​ paham ahlussunnah waljamaah dlm bidang keyakinan menganut ajaran.. hasan ……………………Abu Hasan Al-asyari. siapa pelapor dlm bidang doktrin & fikih perihal fatwa Islam berhaluan Ahlussunnah waljamaah?? abang tolong di bantu ​ Jawaban Kemudian dlm prakteknya, faham ahlus sunnah di bidang fiqih mengikuti idemadzhab yg empat yakni Imam Hanbali, maliki, syafi’e & Hanafi. Dalam bidang Tasawuf mengikuti pemikiran Imam Ghazali & Imam Junaid al baghdadi & dlm bidang Aqidah mengikuti pemikiran imam Asy’ari & Imam Maturidi. Penjelasan maaf kalo salah Sebutkan apa rancangan haluan Ahlussunnah Waljamaah dlm bidang Akidah! *​ Jawaban dalam bidang aqidah ahlussunah waljamaah mengikuti imam bubuk hasan al asy’ari & imam abu mansur al maturidi gitu gak sih tujuannya?? 4. Paham Ahlussunnah Waljamaah dalambidang iktikad menganut anutan tauhid ….a. ImamAlGhozali d. Imam Hanafib. ImamAlAsy’ari e. Imam Syafi’ic. Imam AL Maturidi​ Jawaban Al Asy’ari Penjelasan biar membantu defenisi Ahlussunnah Waljamaah dengan-cara perumpamaan? perumus Ahlussunnah waljamaah? ciri² paham Ahlussunnah waljamaah! cakupan bidang pemikiran Ahlussunnah waljamaah! acuan ciri² paham yg berlawanan dgn keyakinan Ahlussunnah waljamaah! kak tolong dijawab yha​ Jawaban Aswaja Ahlu Sunnah Wa al-Jamaah atau yg biasa disingkat dgn ASWAJA dengan-cara bahasa berasal dr kata Ahlun yg artinya keluarga, golongan, & pengikut. Ahlussunnah memiliki arti orang-orang yg mengikuti sunnah perkataan, ideatau amal tindakan Nabi Muhammad SAW. lengkap Iman Al-Asy’ari yaitu Abu Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari. Lahir di Bashrah pada 260 H/874 M & wafat pada 324 H/936 M. Beliau yakni satu keturunan teman Nabi saw yg berjulukan Abu Musa al-Asy’ari. Ciri & Sifat Ahlussunnah wal Jamaah Ahlussunnah senantiasa memelihara al-Jama’ah. … Ahlussunnah Selalu Bersikap Tasamuh Toleran … Ahlussunnah Selalu Bersikap Tawassuth. … Ahlussunnah Selalu Bersikap Tawazun. … Ahlussunnah Selalu Bersikap I’tidal. Ushul 1. Mengenal ilmu perihal Allah nama & sifatNya 2. Mengenal ilmu tentang agama Allah Islam 3. Mengenal ilmu perihal Rasulnya ﷺ bahwa tak ada akhirat. Beranggapan bahwa manusia bisa menciptakan pekerjaan dgn kekuatannya sendiri. Beranggapan bahwa nirwana & neraka itu tak ada. Penjelasan supaya menolong 🙂 Oleh Maulana Syekh Ali Jum'ah Ahlussunnah Wal Jamā'ah Aswaja membedakan antara teks wahyu Al-Qur'an dan Sunnah, penafsiran dan penerapannya, dalam upaya melakukan tahqīq manāth memastikan kecocokan sebab hukum pada kejadian dan takhrīj manāth memahami sebab hukum. Metodologi inilah yang melahirkan Aswaja. Aswaja adalah mayoritas umat Islam sepanjang masa dan zaman, sehingga golongan lain menyebut mereka dengan sebutan "Al-'Āmmah orang-orang umum atau Al-Jumhūr", karena lebih dari 90 persen umat Islam adalah Aswaja. Mereka mentransmisikan teks wahyu dengan sangat baik, mereka menafsirkannya, menjabarkan yang mujmal global, kemudian memanifestasikannya dalam kehidupan dunia ini, sehingga mereka memakmurkan bumi dan semua yang berada di atasnya. Aswaja adalah golongan yang menjadikan hadis Jibrīl yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahīh-nya, sebagai dalil pembagian pilar agama menjadi tiga Iman, Islam dan Ihsān, untuk kemudian membagikan ilmu kepada tiga ilmu utama, yaitu akidah, fiqih dan suluk. Setiap imam dari para imam Aswaja telah melaksanakan tugas sesuai bakat yang Allah berikan. Mereka bukan hanya memahami teks wahyu saja, tapi mereka juga menekankan pentingnya memahami realitas kehidupan. Al-Qarāfī dalam kitab Tamyīz Al-Ahkām menjelaskan Kita harus memahami realitas kehidupan kita. Karena jika kita mengambil hukum yang ada di dalam kitab-kitab dan serta-merta menerapkannya kepada realitas apa pun, tanpa kita pastikan kesesuaian antara sebab hukum dan realitas kejadian, maka kita telah menyesatkan manusia. Disamping memahami teks wahyu dan memahami realitas, Aswaja juga menambahkan unsur penting ketiga, yaitu tata cara memanifestasikan atau menerapkan teks wahyu yang absolut kepada realitas kejadian yang bersifat relatif. Semua ini ditulis dengan jelas oleh mereka, dan ini juga yang dijalankan hingga saat ini. Segala puji hanya bagi Allah yang karena anugerah-Nya semua hal baik menjadi sempurna. Inilah yang tidak dimiliki oleh kelompok-kelompak radikal. Mereka tidak memahami teks wahyu. Mereka meyakini bahwa semua yang terlintas di benak mereka adalah kebenaran yang wajib mereka ikuti dengan patuh. Mereka tidak memahami realitas kehidupan. Mereka juga tidak memiliki metode dalam menerapkan teks wahyu pada tataran realitas. Karena itu mereka sesat dan menyesatkan, seperti yang imam Al-Qarāfī jelaskan. Aswaja tidak mengafirkan siapa pun, kecuali orang yang mengakui bahwa ia telah keluar dari Islam, juga orang yang keluar dari barisan umat Islam. Aswaja tidak pernah mengafirkan orang yang shalat menghadap kiblat. Aswaja tidak pernah menggiring manusia untuk mencari kekuasaan, menumpahkan darah, dan tidak pula mengikuti syahwat birahi yang haram. Aswaja menerima perbedaan dan menjelaskan dalil-dalil setiap permasalahan, serta menerima kemajemukan dan keragaman dalam akidah, atau fiqih, atau tasawuf mengutip 3 bait dari Al-Burdah "Para nabi semua meminta dari dirinya. Seciduk lautan kemuliaannya dan setitik hujan ilmunya. Para nabi sama berdiri di puncak mereka. Mengharap setitik ilmu atau seonggok hikmahnya. Dialah Rasul yang sempurna batin dan lahirnya. Terpilih sebagai kekasih Allah Pencipta manusia." Aswaja berada di jalan cahaya terang yang malamnya seterang siangnya, orang yang keluar dari jalan itu pasti celaka. Aswaja menyerukan pada kebajikan, dan melarang kemungkaran. Mereka juga waspada dalam menjalankan agama, mereka tidak pernah menjadikan kekerasan sebagai jalan. Diriwayatkan dari sahabat Abu Musa Al-Asy'arī, bahwa Rasulullah SAW. bersabda "...hingga seseorang membunuh tetangganya, saudaranya, pamannya dan sepupunya.", Para sahabat tercengang "Subhānallah, apakah saat itu mereka punya akal yang waras?" Rasulullah menjawab "Tidak. Allah telah mencabut akal orang-orang yang hidup pada masa itu, sehingga mereka merasa benar, padahal mereka tidaklah dalam kebenaran." Rasulullah juga bersabda "Barang siapa yang keluar dari barisan umatku, menikam membunuh orang saleh dan orang jahatnya, ia tidak peduli pada orang mukmin juga tidak menghormati orang yang melakukan perjanjian damai ahlu dzimmah, sungguh dia bukanlah bagian dari saya, dan saya bukanlah bagian dari dia." Aswaja memahami syariat dari awalnya. Mereka memahami "Bismillāhirrahmānirrahīm" Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah Menyebutkan dua nama-Nya, yaitu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah tidak mengatakan "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Membalas dan Maha Kuat". Justru Allah menyampaikan pesan keindahan dalam keindahan melalui Ar-Rahmān dan Ar-Rahīm. Allah tidak mengenalkan diri-Nya dengan keagungan-Nya SWT. Kami belajar "Bismillāhirrahmānirrahīm" di Al-Azhar. Para ulama Al-Azhar saat menafsirkannya menjelaskan dengan banyak ilmu. Mereka menjelaskan "Bismillāhirrahmānirrahīm" dari banyak perspektif ilmu fiqih, mantiq logika, akidah, suluk dan balaghah. Mereka sabar duduk menjelaskannya dengan begitu lama dan panjang, hingga kita menyangka bahwa penjelasan mereka tidak ada ujungnya. Kemudian, setelah musibah teror golongan radikal ini menimpa, kita baru memahami bahwa metode mengajar ulama Al-Azhar itu merupakan kebenaran. Mereka membangun piramida ilmu kita sesuai cara yang benar membangun pondasi piramida dari bawah, hingga sampai pada ujung lancipnya yang berada di atas. Sementara kelompok radikal membalik cara membangun piramida ilmu mereka, ujungnya di bawah, dan pondasinya di atas hingga piramida itu runtuh mengenai kepala mereka sendiri. Aswaja tidak memungkiri peran akal, bahkan mereka mampu mensinergikan akal dan teks wahyu, serta mampu hidup damai bersama golongan lain. Aswaja tidak pernah membuat opini umum palsu memprovokasi. Mereka tidak pernah bertabrakan melakukan kekerasan dengan siapapun di jagad raya. Aswaja justru membuka hati dan jiwa mereka untuk semua orang, hingga mereka berbondong-bondong masuk Islam. Para ulama Aswaja telah melaksanakan apa yang harus mereka lakukan pada zaman mereka. Karena itu kita juga harus melaksanakan kewajiban kita di zaman ini dengan baik. Kita wajib memahami teks wahyu, memahami realitas dan mempelajari metode penerapan teks wahyu pada realitas. Aswaja memperhatikan dengan cermat 4 faktor perubahan, yaitu waktu, tempat, individu dan keadaan. Al-Qarāfī menulis kitab luar biasa yang bernama Al-Furūq untuk membangun naluri ilmiah malakah hingga kita mampu melihat perbedaan detail. Awal yang benar akan mengantar pada akhir yang benar juga. Karena itu, barangsiapa yang mempelajari alfabet ilmu pondasi awal ilmu dengan salah, maka ia akan membaca dengan salah juga, lalu memahami dengan salah, kemudian menerapkan dengan salah, hingga ia menghalangi manusia dari jalan Allah tanpa ia sadari. Inilah yang terjadi dan yang membedakan antara orang yang belajar ilmu bermanfaat, terutama Al-Azhar sebagai pemimpin lembaga-lembaga keilmuan, dan antara orang yang mengikuti hawa nafsunya, merusak dunia dan menjelekkan citra Islam serta kaum muslimin. Pesan saya kepada umat Islam dan dunia luar Ketahuilah bahwa Al-Azhar adalah pembina Aswaja. Sungguh oknum-oknum yang membencinya telah menyebar kabar keji, dusta dan palsu bahwa Al-Azhar telah mengalami penetrasi dan lumpuh. Mereka ingin membuat umat manusia meragukan Al-Azhar sebagai otoritas yang terpercaya, hingga mereka tidak mau kembali lagi kepada Al-Azhar sebagai tempat rujukan dan perlindungan. Al-Azhar tetap berdiri dengan pertolongan Allah SWT, di bawah pimpinan grand syaikhnya. Setiap hari Al-Azhar berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan mulianya, juga membuka mata seluruh dunia, menyelamatkan mereka dari musibah radikalisme yang menimpa. Al-Azhar tidak disusupi dan tak akan lumpuh selamanya hingga hari akhir, karena Allah Yang membangunnya dan melindunginya. Allah juga Yang mentakdirkan orang-orang pilihan-Nya untuk mejalankan manhaj Aswaja di Al-Azhar, meski orang fasik tidak menyukainya. Doakanlah untuk kami, semoga Allah memberi kami tuntunan taufīq agar kami bisa melakukan hal yang dicintai dan diridhai-Nya. Doakan agar kami mampu menyebar luaskan agama yang benar ini, dengan pemahaman dan praktek yang benar juga, dan semoga kami mampu menjelaskan jalan yang penuh cahaya ini kepada umat manusia, sesuai ajaran Rasulullah. Doakan kami semoga Allah membimbing kita semua -di muktamar ini, dan pasca muktamar- semoga muktamar ini bisa menjadi awal perbaikan citra Islam di kalangan korban Islamophobia, baik muslim maupun non-Muslim. * Tulisan ini disampaikan pada sambutan pembukaan Muktamar Ahlussunnah wal-Jama'ah di Chechnya, 25 Agustus 2016. Dialihbahasakan ke bahasa Indonesia oleh KH Ahmad Ishomuddin, Rais Syuriyah PBNU

paham ahlussunnah waljamaah dalam bidang akidah menganut ajaran tauhid